Chris Stevens photo from Voanews.com |
" Saya sangat bersemangat untuk bisa melihat Rakyat Libya berdiri dengan tegak dan menuntut hak-hak yang memang milik mereka "
Mungkin itu salah satu kalimat yang bisa diingat dari mendiang dutabesar Amerika untuk Libya, dalam satu rekaman video saat awal penugasannya di Libya- yang tewas dalam insiden Benghazi.
John Christopher Stevens, atau biasa di kenal dengan nama Chris Stevens, belum lama bertugas di Libya,
baru seumur jagung beliau menjabat sebagai duta besar Amerika di Tripoli, dan Diapun belum sempat menuai "buah jagung" yang sesuai idealisme-nya, yang mana bahkan bulir-bulir mimpinya belum berbentuk nyata, tetapi kini bahkan tongkolnya pun telah kembali lagi ke dalam tanah yang pada awalnya memang tidak begitu subur untuk suatu "buah" untuk bisa tumbuh di atasnya.
Chris Stevens tewas di tangan rakyat suatu negara yang sedang di perjuangkannya- sebelum tujuannya menyebarkan "benih" kedamaian di tanah "revolusi" ini terlaksana.
Meski lahir dari keluarga yang berantakan, dimana kedua orangtuanya bercerai- dan keduanya juga menikah lagi- alih-alih menjadi pria yang tumbuh dengan masa lalu yang tidak mengenakkan- tetapi Chris Stevens malahan mempunyai karir yang bagus- mulai dari menjadi seorang pengacara internasional, seorang relawan Peace Corps, berkarir selama 20 tahun di Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat, sampai pada akhirnya menjadi duta besar Amerika Serikat untuk Libya.
Walau Chris mempunyai ayah tiri dan saudari tiri, yang seharusnya di panggilnya dengan ayah angkat ataupun adik angkat, tetapi Chris memanggil mereka hanya dengan sebutan "ayah", ataupun hanya "adik" saja. Chris-pun tidak pernah menetapkan garis-garis demarkasi antara keluarga aslinya maupun keluarga tirinya. Chris benar-benar tumbuh dengan "damai" -meski keadaan bisa saja memaksanya untuk keluar dari konteks "kedamaian" itu sendiri, seperti yang di ceritakan oleh teman dekat Chris, Mana Rabiee di blognya di Voanews Middleeastvoices.
Oleh karena itulah, saat akhirnya Chris ditunjuk menjadi duta besar Amerika untuk Libya, dia sangat tersanjung- bahkan dia menggambarkan tugasnya saat ini- sebagai duta besar Libya, adalah seperti Abraham Lincoln dalam American civil war- yang dengan visi dan keberaniannya menyatukan negara-negara bagian di seluruh Amerika Serikat- dan memajukan bangsa demi tujuan yang sama bagi kemakmuran bersama.
Tugasnya di Libya bukan hanya sebagai penghubung antara Amerika dan Libya sebagai bangsa yang berdaulat saja, tetapi selain itu- Chris berusaha juga untuk membantu rakyat Libya untuk menyatukan segala elemen-elemen yang berbeda yang terus bersengketa dan berkonflik di dalam masyarakat Libya- demi untuk mencapai tujuan-tujuan mulia demi kemakmuran bangsa Libya.
Entah apa yang harus kita sematkan pada Chris Stevens, sebagian menganggap dia "pantas" menjadi korban pembunuhan, sebagian lagi menganggap dia "pahlawan". Apa ini yang terkandung di balik arti "air susu di balas air tuba". Ataukah ini hanya merupakan hasil dari sebuah kata pahit "terorisme", ataupun ini tak lebih dari sebuah hasil dari kata manis dan indah sebuah "ideologi"?
Tetapi apapun itu- menurutku "membunuh" seseorang tetap saja tidak dapat di benarkan. Masih banyak cara lain yang lebih moderat dan terhormat- di dalam menyikapi dan menyelesaikan sebuah masalah.
Tentu saja Barrack Obama, sebagai Presiden Amerika Serikat-pun berang atas kematian Duta Besarnya, dan berjanji akan bekerjasama dengan Pemerintahan Libya, dan menyeret para pelakunya ke pengadilan.
"Assalamualaikum" - ujar Chris Stevens, masih kuingat di awal videonya- menyapa bangsa Arab dalam bahasa lokal- saat mengenalkan dirinya pada saat awal penugasannya di Tripoli. Dan keramah-tamahan-nya dibalas dengan darahnya yang mungkin "halal" untuk di kurbankan- bagi sebagian orang, yang mungkin juga sebenarnya tak pantas juga baginya untuk berakhir dengan cara seperti itu.
Namun apalagi yang bisa di katakan, ketika nyawanya tak lagi melekat di badan.
Mungkin ini saatnya mengucapkan Wa'alaikumsalam kepada Chris Stevens- semoga jiwanya tenang di alam sana- teriring terimakasih atas jasa-jasanya di dalam menciptakan "kedamaian" , meski itu masih jauh dari kata sempurna.
Dan meski Chris Stevens sudah tiada, semoga "pesan-pesan kedamaian" yang pernah diusungnya, semoga sampai di hati setiap orang, dan akan menjadi sebuah sumber inspirasi, inspirasi tentang sebuah "kedamaian".
Dan saya yakin, suatu hari, bukan hanya di tanah Libya saja, atau di tanah Tripoli, ataupun di tanah Benghazi- tetapi juga di sini, di tanah harum bumi pertiwi, yang selalu bergejolak- penuh dengan kedengkian, caci maki, saling serang, saling bunuh, dan korupsi- "kedamaian" akan datang.
Pasti!!!
.
Terinspirasi dari artikel VOAIndonesia (12/09/12) : " Dubes AS untuk Libya dan 3 Staf Kedutaan AS Tewas di Benghazi "
dan Galeri foto VOAIndonesia (12/09/12) : " Mengenang Dubes AS untuk Libya: John Christopher Stevens "
serta Video VOAIndonesia (13/09/12) : " Reaksi AS terhadap Serangan ke Konsulat AS di Libya - Liputan Berita VOA "