Joki "Mimpi" Olimpiade

(sumber: voaindonesia.com)

Terinspirasi dari artikel voaindonesia.com

Joki Anak-Anak di Sumbawa Abaikan Bahaya Demi Uang (25/11/12)


Sumbawa??

Pertama-tama mendengar kata tersebut apa yang ada di benak anda pertama kali?

Susu kuda liar -kah?

Susu ini konon katanya kaya akan vitamin, mengandung komponen antibakteri alami sehingga membuat susu menjadi awet, dan tahan disimpan di suhu kamar sampai 5 bulan dan juga tidak mengalami penggumpalan ataupun kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun.
Bandingkan dengan susu sapi yang sangat dengan mudahnya basi di suhu ruangan terbuka.

Susu kuda liar ini tentunya berasal dari susu kuda Sumbawa yang dipelihara dengan cara ekstensif secara liar, yaitu dilepas di hutan atau daerah bukit di pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kabupaten Sumbawa, Bima, Dompu.

Keunggulan kuda Sumbawa ini  pada umumnya tangguh, tahan pada cuaca panas, serta relatif jinak.
Dimana hal ini sangat cocok dengan budaya masyarakat Bima, umumnya pulau Sumbawa, yang mempunyai tradisi menggelar balapan kuda atau disebut pacoa jara dalam bahasa lokal. Dengan kuda yang tangguh dan jinak, maka kuda liar Sumbawa, kini sudah banyak yang dipelihara dan dilatih untuk menjadi kuda pacu. Yang membuat tradisi pacoa jara menjadi semakin seru, dengan banyaknya kuda-kuda yang terlatih.

Tradisi balapan kuda ini yang memang merupakan kebudaayaan turun-temurun, yang sangat digemari masyarakat lokal, bahkan kerap kali para wisatawan mancanegara dengan sengaja datang ke Sumbawa untuk melihat balapan kuda ini.

Nah, uniknya para joki balap kuda ini, seperti artikel yang di muat di voaindonesia.com, jokinya adalah anak-anak yang masih berumur belasan tahun, bahkan ada yang berumur kurang dari sepuluh tahun. Bahkan dikatakan bahwa ada joki anak-anak ini yang belajar memacu kuda sedari umur lima tahun. Mungkin agak ekstrem memang ketika kita mendengarnya. Dimana anak-anak seumur ini di kota-kota besar di Indonesia, biasanya masih asyik sibuk belajar piano, ngeles mandarin, maen pe-es, nge-wii, atau malah fesbukan -eh di Sumbawa ini udah latihan nge-joki kuda.

Joki kuda anak-anak ini tentunya bukan sekedar joke di arena pacuan kuda, karena joki anak-anak ini memang bertaruh nyawa di dalam melakukan hal tersebut.  Tentunya hal ini dilakukan selain demi uang yang akan di dapatkan dari upah menjadi joki, dan juga apabila joki anak tersebut bisa memenangkan pertandingan, hal ini tentunya bisa menjadi sebuah kebanggaan tersendiri.

Tentu saja hal ini mengundang berbagai kontroversi dan berbagai kritik pedas dari masyarakat. Yang mana sebagian masyarakat tentunya sangat mengkhawatirkan kondisi keamanan si joki anak-anak di dalam mengikuti pacuan kuda, karena memang pacuan kuda di Sumbawa tidak termasuk dalam kriteria standar pacuan kuda Nasional. Tetapi menurut salah seorang ketua penyelenggara pertandingan, mengatakan bahwa joki anak-anak itu merupakan pengendara kuda yang handal dan tidak pernah ada yang tewas ataupun terluka parah saat pertandingan.

Tetapi menurut saya, joki anak-anak itu sebenarnya sudah pada track yang benar. Cuman memang arahnya saja yang harus dibina dan difokuskan.
Tentunya anda tahu Valentino Rossi, rider MotoGP kawakan yang sudah memenangi 9 kejuaraan dunia yang diselenggarakan oleh FIM. Si Valentino Rossi ini tentunya tidak serta merta menjadi kampiun tanpa memulai sesuatu dari bawah. Valentino membalap sedari usianya masih sangat belia, Ia mengikuti kejuaraan karting, minimoto, sampai akhirnya masuk ke kelas 125cc di seri MotoGP di usianya yang masih belasan tahun.
Bahkan talenta berbakat di dunia F1, yang baru saja memenangi seri F1 2012, yaitu Sebastian Vettel, juga memulai karir balapnya di umur 3,5 tahun.

Kemudian di cabang olahraga lain, ada Lionel Messi, sang messiah dunia sepakbola. Yang karirnya di mulai pada masa kanak-kanak, dan di kontrak klub bergengsi sekelas FC Barcelona di umur sebelas tahun.
Lalu yang paling ekstrem lagi adalah para atlet-atlet yang dipersiapkan untuk Olimpiade di China. Para atlet ini dimasukkan di training centre pada usia yang masih sangat-sangat belia. Bahkan sempat beredar pula sejumlah foto-foto mengerikan yang diposting di internet, yang menunjukkan anak-anak China tersebut menangis karena kesakitan di saat latihan. Tetapi sekeras apapun orang luar mengkritik, nyatanya alumni training centre di China untuk olimpiade ini sukses besar di pelbagai kejuaraan dunia selama satu dekade terakhir.

Nah oleh sebab itulah saya rasa memang tidak ada yang salah dengan joki anak-anak ini. Mengingat untuk keluar sebagai pemenang, dibutuhkan latihan yang berat dan pengalaman bertanding yang cukup.
Dengan semakin meningkatnya "jam terbang" pertandingan seseorang -yang diimbangi dengan latihan ekstensif dan repetitif, maka mental juara, kekuatan fisik, ability, serta skill seorang kampiun mulai bisa terasah dan akan mengalami peningkatan, yang tentunya akan sangat berguna di dalam memenangkan suatu kompetisi.

Oleh karena itu, semoga Pemerintah, setidaknya mulai memberi perhatian lebih kepada para joki-joki muda ini yang "mungkin" suatu saat bisa tampil di pentas Olimpiade -apabila diberi fasilitas yang memadai. Di mulai dari pelatihan dan pembinaan "serius", baik dengan memberikan pelatih yang profesional serta pembentukan training centre yang sesuai standar Nasional. Lalu kemudian Pemerintah bisa mulai meningkatkan standarisasi perlombaan pacuan kuda di sana agar bisa setingkat dengan perlombaan Nasional dan Internasional, beserta juga standarisasi safety equipment untuk perlombaan, untuk meminimalisir kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi, serta melindungi karir para joki-joki potensial di masa depan.

Dengan adanya 6 cabang equestrian di Olimpiade, yaitu Individual dressage, Team dressage, Individual jumping, Team jumping, Individual eventing, dan Team eventing, tentunya kesempatan para joki-joki muda ini sangat terbuka lebar. Sehingga tidak seperti pada olimpiade 2012 lalu, yang mana tak satupun atlet Indonesia yang terjun di cabang olahraga equestrian ini.
Saya rasa, sudah saatnya Pemerintah Indonesia mulai memberi perhatian ekstra ke cabang olahraga lain selain bulutangkis yang bahkan tak mampu mendapatkan satu pun medali emas di Olimpade 2012.

Mungkin siapa tahu, di Olimpiade 2016 di Brazil atau mungkin kalau terlalu cepat, bisa "mungkin" di Olimpiade di tahun 2020, para joki-joki muda ini bisa beraksi di sini, bukan hanya sekedar untuk "mencari uang", ataupun sekedar "kebangaan" semata, tetapi para joki-joki muda ini bisa tampil di kancah Internasional sebagai representasi dari bangsa Indonesia.
Sehingga para joki-joki ini tidak lagi menjadi joke-joke di media massa, yang mungkin sudah terkamuflase oleh banyaknya joki-joki tak beraturan yang beredar di Indonesia, seperti joki ujian Nasional, joki UMPTN, sampai joki 3 in 1.

Akhir kata, semoga joki-joki liar ini tidak hanya menjadi catatan-catatan liar yang berhubungan dengan pulau Sumbawa saja -selain susu kuda liar yang sudah melegenda, melainkan semoga joki-joki ini bisa "seliar" statusnya ketika berada di lintasan balap pacuan kuda. Entah itu di pentas Nasional ataupun Internasional.

Dan juga semoga mimpi joki-joki ini, suatu saat akan jadi "mimpi indah" buat keharuman nama Bangsa Indonesia di mata dunia Internasional.

Negara Kesatuan Republik Twitter

Terinspirasi dari artikel Voaindonesia.com

Banyak Negara Lambat Manfaatkan Kekuatan Twitter (18/11/12)


Di dalam artikel tersebut di katakan bahwa hanya tiga akun twitter dengan nama negara yang secara resmi diverifikasi oleh situs media sosial tersebut yang di kelola secara resmi oleh negara yang bersangkutan.

Hanya Inggris, Israel dan Afrika Selatan saja yang telah diverifikasi oleh twitter sebagai akun-akun resmi yang dikelola pemerintah atau badan pariwisata.
Lalu akun twitter @Indonesia ini milik siapa??
Tanpa menyelidiki lebih jauh tentang bukti kepemilikan akun tersebut yang di follow oleh hampir 200,000 follower yang mana jumlahnya masih berbanding jauh bahkan oleh seorang pria "biasa" dengan akun @poconggg yang mempunyai pengikut lebih dari 2juta follower , yang sempat menghebohkan dunia twitter dengan twit-twit banyolan-nya.

Miris!!!

Ada sebuah penelitian dari Universitas Oxford yang menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ketiga dari seluruh dunia berdasarkan pengguna twitter di satu negara.
Yang mana di dalam penelitian yang dipimpin oleh Mark Graham dari Oxford Internet Institute, dan Monica Stephens dari Humboldt State California menyatakan bahwa Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat dan Brazil yang notabene merupakan negara maju di dunia.
Belum lagi penelitian yang dilakukan oleh Semiocast, lembaga riset media sosial yang berpusat di Paris, Prancis, ternyata jumlah pemilik akun Twitter di negara ini merupakan yang terbesar kelima di dunia.
Posisi Indonesia berada di urutan kelima dengan jumlah akun 19,5 juta. Dimana urutan pertama masih dipegang oleh Amerika Serikat dengan dengan 107,7 juta, posisi kedua diraih Brasil dengan 33,3 juta, posisi ketiga diraih Jepang dengan 29,9 juta, dan Inggris Raya ada di posisi keempat dengan 23,8 juta akun.
Dan menurut data yang didapatkan Presiden Direktur PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, Rinaldi Firmansyah, pada Konferensi Bali Annual Telkom International 2011 di Ayana, Jimbaran - Bali, menyatakan bahwa Indonesia menduduki ranking pertama di Asia sebagai pengguna layanan twitter dan facebook dengan jumlah total pengguna kedua media sosial ini sebanyak 47 juta user.

Sungguh mencengangkan melihat statistik-statistik yang ada tersebut.
Dengan populasi penduduk Indonesia hampir 240 juta jiwa, dimana hampir dari seperempat populasinya menggunakan media sosial sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakatnya, tetapi bahkan Pemerintah Indonesia tidak mempunyai akun resmi Twitter ataupun Facebook yang telah diverifikasi secara resmi dan dikelola secara profesional sebagai bagian dari tatanan Pemerintahan Republik Indonesia.
Masih ingatkah Pemerintah Indonesia dengan gerakan Arab Spring yang mana telah meluluh lantakkan dunia Arab dengan revolusi rakyatnya yang memanfaatkan media sosial sebagai bagian dari kampanye revolusi dan mengkoordinasikan serangan, baik melalui twitter, facebook, youtube, maupun media sosial lainnya.
Dimana pemerintah otoriter yang hampir pasti "dulunya" tak mungkin bisa digulingkan, akhirnya tumbang juga dengan "kekuatan" media sosial.  Mulai dari pemimpin Libya -Muammar Gaddafi, Pemimpin Mesir -Hosni Mubarak, sampai dengan Pemimpin Tunisia -Zine El Abidine Ben Ali, berhasil dilengserkan dari "status" presiden seumur hidup yang selalu melekat erat di kursi jabatan kepresidenan-nya.
Belum lagi kerusuhan yang melanda di bumi Arab lain, yang sampai harus membubarkan kabinet dan pemerintahan, seperti di Kuwait, Irak, Yaman, Oman dan Yordania. Dan dengan terpaksa sejumlah negara dengan terpaksa harus melakukan konsesi ekonomi dan politik, seperti di Bahrain, Arab Saudi, Oman dan Maroko. Bahkan sampai sekarang kerusuhan masih terus berlangsung di beberapa negara Arab, di Yordania, Sudan, Bahrain, Kuwait, Maroko, Mauritania, Palestina dan tentunya negara Suriah yang mengalami perang saudara yang berlarut-larut sampai sekarang, dimana korbannya sudah lebih dari 30,000 jiwa.
Masihkah Pemerintah Indonesia harus menunggu sampai hal tersebut terjadi?
Atau haruskah Pemerintah Indonesia menunggu sampai suatu saat "mungkin" ada timbul gerakan Asia Spring??

Tentunya masih ingat di benak kita akan bentrokan warga antara warga pendatang suku Bali dan masyarakat asli Lampung di desa Bali Nuraga, Lampung Selatan yang menewaskan 14 orang.dan lebih dari 160 unit rumah di bakar, beserta 2 sekolah yang juga ikut dibakar, belum lagi dihitung kerugian materiil dan imateriil. Padahal di daerah tersebut saya rasa belum terjangkau dunia twitter, facebook ataupun semacamnya. Tetapi telah menghasilkan "kerusakan" dan "kerugian" yang cukup dahsyat. Bayangkan saja andaikan masyarakat yang bertikai tersebut sudah menggunakan media twitter ataupun facebook, untuk menggalang aksi massa, dalam penyerangan ke warga pendatang suku Bali di desa Bali Nuraga, Lampung Selatan. Tentunya massa yang datang tidak hanya berasal dari masyarakat asli suku Lampung yang ada di Lampung selatan saja, tentunya bahkan akan menarik lebih banyak masyarakat asli yang ada di provinsi Lampung dan daerah-daerah sekitarnya, yang bakal segera terprovokasi begitu mendengar isu-isu SARA dan mereka akan bersatu menyerang daerah yang telah ditargetkan tersebut.

Bagaimana Pemerintah Indonesia bisa menghalangi gerakan revolusi-revolusi atau kampanye-kampanye anarkis di dalam media sosial, kalau saja kejadian di Lampung tersebut, yang dimulai dari isu pelecehan oleh warga suku Bali terhadap warga suku Lampung, yang tentunya sama sekali tidak benar isunya itu, menggunakan media twitter, facebook dan semacamnya untuk provokasi penyerangan dengan eskalasi yang lebih besar ke daerah desa Bali Nuraga?? Yang bahkan Pemerintah Indonesia tak mempunyai akun resmi untuk memverifikasi kebenaran yang terjadi di dunia media sosial?? ataupun tampil sebagai penengah diantara pihak yang berkonflik?
Akankah begitu ada kejadiannya, tiba-tiba Pemerintah Indonesia segera membuat twitter dengan zero follower, yang lalu dengan lantangnya segera meredakan tensi-tensi ketegangan yang terjadi di dalam media sosial??
Apa tidak keburu jadi Lampung Spring?

Belajar juga dari konflik Israel dan Hamas yang bahkan kini membawa pertempuran itu ke ranah dunia twitter dan media sosial lainnya. Dimana kelompok militan Hamas dan Israel saling menyerang di twitter selama pertempuran yang terjadi di lapangan, guna mempengaruhi opini publik dan mendapatkan dukungan dari internasional. Bahkan pemimpin "propaganda" dari pihak Israel mempunyai latarbelakang dunia militer, yaitu Letnan Sacha Dratwa. Yang mengartikan bahwa Israel telah secara serius dan profesional di dalam menanggapi hal-hal yang terjadi di media sosial.
Lalu bagaimana bisa Pemerintah Indonesia mempengaruhi dan menggiring opini publik ataupun hanya sekedar mendapatkan dukungan internasional, kalau bahkan akun resmi media sosial saja tidak ada?

Kalau saja masyarakat Internasional terbiasa mendengar berita-berita buruk tentang Indonesia melalui twitter, facebook, bahkan menonton video-video "unusual" yang di-upload di youtube, tentang kerusuhan-kerusuhan yang ada di Indonesia, seperti video insiden pembantaian warga Ahmadiyah di Cikeusik, video kasus Mesuji, video kerusuhan Mei 1998, ataupun video-video kerusuhan lainnya , tentunya hal-hal tersebut akan membuat masyarakat internasional memandang Indonesia sebagai negara yang penuh kerusuhan, kekejaman dan kekejian. Apalagi hal tersebut di dukung dengan tidak adanya verifikasi resmi "kebenaran" dari Pemerintah Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, bahwa kata kunci yang berasal dari Indonesia kerap sekali masuk dalam trending topic twitter secara global, yang mana hal itu juga didukung oleh penelitian dari Semiocast yang mengeluarkan hasil riset yang menyebutkan bahwa tweet berbahasa Melayu menguasai 6,4 persen keseluruhan tweet yang di-posting. Ini menempatkan bahasa Melayu pada urutan kelima bahasa yang paling banyak digunakan untuk nge-tweet setelah bahasa Inggris, Jepang, Portugis, dan Spanyol. Tentu saja sebagian besar twit-twit berbahasa Melayu ini berasal dari Indonesia.

Melihat data dan fakta yang ada, jadi mari mulailah Pemerintah Indonesia ikut berpartisipasi dalam memainkan peran penting media sosial di dalam menjalankan roda pemerintahan, seperti yang telah dilakukan oleh pemprov DKI.

 Lalu menilik dari pernyataan Mark Graham dari Oxford Internet Institute yang mengatakan bahwa "Media sosial telah menjadi keseharian pengguna internet di seluruh dunia". Beserta janji dari Rinaldi Firmansyah, selaku Presiden Direktur PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang mengatakan bahwa seluruh Indonesia akan terkoneksi dan tidak ada lagi daerah yang tak terjangkau televisi hingga internet.
Oleh karena itulah, dunia internet yang mencakup di dalamnya dunia media sosial, merupakan sebuah kendaraan komunikasi yang sangat penting dan signifikan.

Kemudian mengambil sekelumit kata bijak yang di ucapkan oleh Martin Vanbee,
Learn from the mistakes of others- you can't live long enough to make them all yourself ”.
 atau dalam bahasa Indonesianya berarti:
“Belajarlah dari kesalahan orang lain, karena anda tidak cukup waktu untuk melakukanya sendiri.”
Jadi sekali lagi, semoga Pemerintah Indonesia tidak mengabaikan "pesan-pesan" yang telah terjadi. Dan mau menyikapi secara "serius" bahwa media sosial mampu menjadi sebuah alat tempur didalam mempertahankan suatu kedaulatan sekaligus menjadi sebuah tools didalam mengenalkan Indonesia yang lebih baik, baik ke masyarakat Indonesia itu sendiri maupun ke mata dunia internasional.

So, bukan hanya dari Indonesia, Untuk Indonesia, Oleh Indonesia saja.
Nantinya juga akan ada @Indonesia dan #Indonesia untuk seluruh follower Indonesia.

Hari Prihatin Nasional

Terinspirasi dari artikel VOAindonesia.com:

Survei: Intoleransi Meningkat di Indonesia (21/10/12)
LSM: Stop Tunduk pada Kelompok Garis Keras (23/10/12)



Mungkin tak perlu di jabarkan secara panjang-lebar lagi- bentuk sebuah intoleransi agama di Indonesia. Saya rasa  sembilan dari sepuluh orang Indonesia apabila di tanya -mampu memberikan lebih dari satu atau dua contoh untuk masalah kronik "intoleransi" ini.
Dan tentunya tak perlu sampai repot-repot segala sampai harus mengadakan survei mengenai intoleransi mengenai krisis perbedaan "indentitas" ataupun "ideologi agama" di Indonesia. Hasilnya tentu saja sudah tersaji dengan lengkap dan sempurna sebelum survei itu diadakan dan dilaksanakan.

Mulai dari masalah pelik Ahmadiyah yang terjadi serentak hampir di seluruh pelosok Indonesia- terutama di Cikeusik, kemudian masalah Syiah di Madura, sampai masalah penutupan tempat Ibadah dan penghentian kegiatan keagamaan di Aceh dengan alasan tempat ibadah itu tidak memiliki ijin yang sah- bukan hanya satu atau dua tempat ibadah yang di tutup melainkan 15 tempat ibadah- dengan perincian 9 gereja dan 6 vihara.

Apa sih yang sebenarnya sedang terjadi di Indonesia?
Masihkah Indonesia berasaskan dan ber-ideologikan Pancasila??
Jika mungkin anda tidak mau repot-repot ke Gedung Arsip Nasional untuk melihat naskah asli UUD1945 ataupun pergi ke gedung DPR untuk menanyakan kebenarannya -anda cukup dengan hanya menengok langsung ke website Wikipedia -di sana tercantum dengan jelas bahwa Ideologi Nasional Indonesia adalah Pancasila. Baik Wikipedia yang berbahasa Indonesia, inggris, jawa, hokkien, maori, zulu maupun swahili -sepakat menyatakan bahwa Ideologi Nasional Indonesia adalah Pancasila dengan semboyan nasional, Bhinneka Tunggal Ika yang berarti bahwa berbeda-beda tetapi tetap satu.

Masihkah Indonesia meletakkan UUD 1945 menjadi  hukum dasar tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia??
Kalau anda pernah mengikuti pendidikan kewarganegaraan -ataupun kalau-kalau anda merupakan salah satu "generasi beruntung" yang pernah mengikuti penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Tentunya anda masih ingat akan Pasal 28 E ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945: dimana setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Beserta pasal-pasal lain yang menyatakan bahwa: tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya dan menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya.
Selain itu Pemerintah juga menyatakan secara resmi -bahwa Pemerintah mengakui enam agama di Indonesia, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.

Tetapi mengapa semua insiden perbedaan "ideologi" dan "identitas" ini masih terjadi?

Bukankah di dalam Pancasila menyatakan bahwa bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa?
Bukankah hak untuk beragama dan beribadat -semuanya sudah di atur dalam Undang-Undang?
Bukankah kebebasan beragama juga merupakan hak asasi setiap manusia?

Mungkin kita hanya bisa "ikut Prihatin" melihat apa yang terjadi di Indonesia.
Prihatin mengenai ulama-ulama, yang bahkan "ikut andil" dengan dakwah-dakwah-nya.
Tambah Prihatin ketika mengetahui tidak ada tindakan tegas dan nyata dari Pemerintah akan "kasus-kasus" yang terjadi di dalam konflik antar-agama ini.
Apalagi jadi "combo" Prihatin ketika kita mengetahui bahwa Presiden kita malah sibuk mengusulkan adanya pengadopsian protokol yang melarang penodaan agama (anti-blasphemy protocol) oleh komunitas internasional, di dalam menyikapi masalah film "innocence of muslims" yang menggemparkan dunia.
Apakah mungkin nantinya akan di sah-kan lagi satu hari besar Nasional yang nantinya juga akan menjadi sebuah hari libur Nasional bagi para karyawan dan seluruh pekerja- sebagai "hari Prihatin Nasional"  untuk mengenang segala "ke-Prihatin-an" yang terjadi di Indonesia???

Tak perlu-lah sampai harus mengeluarkan "kebencian" di dalam fatwa-fatwa dan dakwah-dakwah...
Tak perlu-lah sampai harus repot-repot merelokasi kaum syiah...
Tak perlu-lah sampai harus mencabut SKB 3 Menteri tentang Ahmadiyah...
Tak perlu-lah sampai harus memperbaharui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri yang di keluarkan pada tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah..
Tak perlu-lah sampai harus di buat RUU Kerukunan Agama ,Protokol Penodaan Agama, ataupun "Prihatin" yang tak kenal lelah...

Tak perlu juga Indonesia untuk jadi negara Adidaya nomor satu, paling populer, paling cantik dan paling indah...
Akan jadi jauh lebih indah... apabila tiap elemen dan sendi di dalam Masyarakat Indonesia bisa menghargai "perbedaan" yang ada di dalam lingkungannya -baik itu sekedar toleransi ataupun musyawarah untuk memecahkan sebuah masalah...
Menanamkan Pancasila -bukan hanya sebagai sebuah dasar negara, tetapi jauh melebihi dari sekedar sebuah fanatisme belaka ataupun hanya sekedar falsafah...
dan Tentunya kita sebagai "orang Indonesia" harus memiliki rasa "pride ,faith and unity" sebagai saudara se-bangsa, satu warga negara, dan sebagai rakyat Indonesia -yang hidup ,berpijak dan berjuang di dalam bangsa dan negara yang sama -sampai suatu saat nanti dimana kita akan kembali menjadi seonggok tanah...

Pesan Kedamaian dari Sang Duta Besar

Chris Stevens photo from Voanews.com
"I was thrilled to watch the Libyan people stand up and demand their rights."
" Saya sangat bersemangat untuk bisa melihat Rakyat Libya berdiri dengan tegak dan menuntut hak-hak yang memang milik mereka "

Mungkin itu salah satu kalimat yang bisa diingat dari mendiang dutabesar Amerika untuk Libya, dalam satu rekaman video saat awal penugasannya di Libya- yang tewas dalam insiden Benghazi.

John Christopher Stevens, atau biasa di kenal dengan nama Chris Stevens, belum lama bertugas di Libya,
baru seumur jagung beliau menjabat sebagai duta besar Amerika di Tripoli, dan Diapun belum sempat menuai "buah jagung" yang sesuai idealisme-nya, yang mana bahkan bulir-bulir mimpinya belum berbentuk nyata, tetapi kini bahkan tongkolnya pun telah kembali lagi ke dalam tanah yang pada awalnya memang tidak begitu subur untuk suatu "buah" untuk bisa tumbuh di atasnya.
Chris Stevens tewas di tangan rakyat suatu negara yang sedang di perjuangkannya- sebelum tujuannya menyebarkan "benih" kedamaian di tanah "revolusi" ini terlaksana.

Meski lahir dari keluarga yang berantakan, dimana kedua orangtuanya bercerai- dan keduanya juga menikah lagi- alih-alih menjadi pria yang tumbuh dengan masa lalu yang tidak mengenakkan- tetapi Chris Stevens malahan mempunyai karir yang bagus- mulai dari menjadi seorang pengacara internasional, seorang relawan Peace Corps, berkarir selama 20 tahun di Kementrian Luar Negeri Amerika Serikat, sampai pada akhirnya menjadi duta besar Amerika Serikat untuk Libya.
Walau Chris mempunyai ayah tiri dan saudari tiri, yang seharusnya di panggilnya dengan ayah angkat ataupun adik angkat, tetapi Chris memanggil mereka hanya dengan sebutan "ayah", ataupun hanya "adik" saja. Chris-pun tidak pernah menetapkan garis-garis demarkasi antara keluarga aslinya maupun keluarga tirinya. Chris benar-benar tumbuh dengan "damai" -meski keadaan bisa saja memaksanya untuk keluar dari konteks "kedamaian" itu sendiri, seperti yang di ceritakan oleh teman dekat Chris, Mana Rabiee di blognya di Voanews Middleeastvoices.

Oleh karena itulah, saat akhirnya Chris ditunjuk menjadi duta besar Amerika untuk Libya, dia sangat tersanjung- bahkan dia menggambarkan tugasnya saat ini- sebagai duta besar Libya, adalah seperti Abraham Lincoln dalam American civil war- yang dengan visi dan keberaniannya menyatukan negara-negara bagian di seluruh Amerika Serikat- dan memajukan bangsa demi tujuan yang sama bagi kemakmuran bersama.
Tugasnya di Libya bukan hanya sebagai penghubung antara Amerika dan Libya sebagai bangsa yang berdaulat saja, tetapi selain itu- Chris berusaha juga untuk membantu rakyat Libya untuk menyatukan segala elemen-elemen yang berbeda yang terus bersengketa dan berkonflik di dalam masyarakat Libya- demi untuk mencapai tujuan-tujuan mulia demi kemakmuran bangsa Libya.

Entah apa yang harus kita sematkan pada Chris Stevens, sebagian menganggap dia "pantas" menjadi korban pembunuhan, sebagian lagi menganggap dia "pahlawan". Apa ini yang terkandung di balik arti "air susu di balas air tuba". Ataukah ini hanya merupakan hasil dari sebuah kata pahit "terorisme", ataupun ini tak lebih dari sebuah hasil dari kata manis dan indah sebuah "ideologi"?
Tetapi apapun itu- menurutku "membunuh" seseorang tetap saja tidak dapat di benarkan. Masih banyak cara lain yang lebih moderat dan terhormat- di dalam menyikapi dan menyelesaikan sebuah masalah.
Tentu saja Barrack Obama, sebagai Presiden Amerika Serikat-pun berang atas kematian Duta Besarnya, dan berjanji akan bekerjasama dengan Pemerintahan Libya, dan menyeret para pelakunya ke pengadilan.

"Assalamualaikum" - ujar Chris Stevens, masih kuingat di awal videonya- menyapa bangsa Arab dalam bahasa lokal- saat mengenalkan dirinya pada saat awal penugasannya di Tripoli. Dan keramah-tamahan-nya dibalas dengan darahnya yang mungkin "halal" untuk di kurbankan- bagi sebagian orang, yang mungkin juga sebenarnya tak pantas juga baginya untuk berakhir dengan cara seperti itu.

Namun apalagi yang bisa di katakan, ketika nyawanya tak lagi melekat di badan.
Mungkin ini saatnya mengucapkan Wa'alaikumsalam kepada Chris Stevens- semoga jiwanya tenang di alam sana- teriring terimakasih atas jasa-jasanya di dalam menciptakan "kedamaian" , meski itu masih jauh dari kata sempurna.
Dan meski Chris Stevens sudah tiada, semoga "pesan-pesan kedamaian" yang pernah diusungnya, semoga sampai di hati setiap orang, dan akan menjadi sebuah sumber inspirasi, inspirasi tentang sebuah "kedamaian".
Dan saya yakin, suatu hari, bukan hanya di tanah Libya saja, atau di tanah Tripoli, ataupun di tanah Benghazi- tetapi juga di sini, di tanah harum bumi pertiwi, yang selalu bergejolak- penuh dengan kedengkian, caci maki, saling serang, saling bunuh, dan korupsi- "kedamaian" akan datang.
Pasti!!!
 .
Terinspirasi dari artikel VOAIndonesia (12/09/12) : " Dubes AS untuk Libya dan 3 Staf Kedutaan AS Tewas di Benghazi "
dan Galeri foto VOAIndonesia (12/09/12) : " Mengenang Dubes AS untuk Libya: John Christopher Stevens "
serta Video VOAIndonesia (13/09/12) : " Reaksi AS terhadap Serangan ke Konsulat AS di Libya - Liputan Berita VOA "

Hari Perdamaian Untuk Bumi

Terinspirasi dari artikel VOAnews yang berjudul: AS Selamatkan Warga Iran yang Disandera Perompak. (5/1/12)

(sumber: voanews.com)

Angkatan Laut Amerika menyelamatkan 13 warga Iran yang berada dalam tahanan perompak Somalia.
Meski kita tahu bagaimana hubungan negara Amerika dan Iran. Mulai dari fasilitas nuklir Iran yang sangat di tentang oleh Amerika, sampai pada  rencana di berikannya sanksi kepada Iran- yang di dukung oleh negara-negara eropa- terhadap pelarangan ekspor minyak Iran, di karenakan Iran mengelak untuk menutup fasilitas nuklirnya.
Akibat dari sanksi tersebut, Iran mengeluarkan ancaman untuk menghambat arus minyak melalui Selat Hormuz di teluk Persia, kalau negara-negara Barat terus-menerus berusaha menekan Iran dengan mengenakan sanksi terhadap ekspor minyak Iran atas fasilitas nuklirnya. Tentunya hal itu membuat Amerika dan negara Barat cemas, karena selat Hormuz sangat vital sekali sebagai jalur pengiriman pasokan minyak, hampir sepertiga pasokan minyak dunia melawati selat tersebut dan tentunya hal tersebut akan mengancam pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Eropa.
Belum lagi di tambah, laporan Iran, bahwa Iran berhasil menembak pesawat mata-mata pengintai tak berawak milik Amerika di kawasan udara Iran. Bahkan Iran sempat memamerkan pesawat pengintai itu dan juga menolak untuk mengembalikan pesawat mata-mata itu kepada Amerika dan mengatakan bahwa Amerika telah melanggar hukum Internasional.

Tetapi kenapa Amerika repot-repot, bahkan untuk menyelamatkan belasan warga Iran yang di tawan oleh perompak Somalia di laut Arab?? Dimana kapal Iran tersebut telah dikuasai oleh para perompak selama lebih dari sebulan dan digunakan sebagai markas operasi bajak laut, dan para sandera-pun di paksa untuk membantu para perompak.
Apakah ini pertanda perdamaian dari Amerika?
ataukah ini cuman merupakan kebetulan belaka, karena NAVY Amerika secara kebetulan ada di wilayah perairan di mana kapal Iran itu di tawan?
Tetapi dengan mengesampingkan faktor "kebetulan" yang ada, karena kapal U.S. Navy itu telah menerima sebuah S.O.S dari kapal Iran sebelum menyelamatkannya. Tentunya Angkatan Laut Amerika itu telah mengetahui bahwa kapal itu adalah kapal Iran- tetapi mereka tetap menyelamatkannya.

Nah belajar dari situ, kita sebagai bangsa Indonesia, yang bahkan masih berada di dalam satu bangsa, satu bahasa, dan satu negara. Kerap kali bertikai, mulai dari ujung provinsi paling barat Indonesia, Aceh, sampai provinsi paling timur Indonesia, Papua. Terjadi berbagai macam konflik, baik konflik antar suku, antar agama, antar aparat pemerintah dan masyarakat, sampai antara masyarakat dengan masyarakat.
Harusnya kita malu, sebagai saudara sebangsa dan setanah air, tetapi malah saling bertikai. Alih-alih bersatu bersama-sama membangun negeri ini, tetapi malah kita saling terpecah belah.

Agama yang seharusnya menjadi pegangan hidup dan sebagai jalan hidup, kini malah di anggap sebagai suatu komunitas yang eksklusif, sehingga kerap sekali menimbulkan pertikaian. Di tambah ketegangan antara suku-suku, dan etnis-etnis yang ada di Indonesia. Belum lagi korupsi yang ada di mana-mana, sehingga pemerintah lebih mementingkan komunitas-komunitas dan kepentingan-kepentingan nya masing-masing. Sehingga masalah pertikaian di Indonesia tak kunjung berakhir. Menunggu pemerintah untuk mengatasi segala permasalahan konflik-konflik yang ada di sekitar kita. Sama saja menunggu sesuatu yang belum pasti adanya. Perubahan itu di tangan kita. Pemerintah selalu berubah, sesuai dengan kabinetnya. Tetapi kita sebagai masyarakat, akan selalu menjadi bagian dari masyarakat Indonesia.

Inilah saatnya untuk kita, bukan hanya untuk membuka mata, tetapi juga membuka hati, untuk menerima segala perbedaan yang ada. Sehingga pertikaian antara agama, suku, ras, etnis, golongan yang berbeda bisa di minimalisir. Ibarat sebuah taman, kalaupun hanya terdapat satu jenis tanaman di situ, tentunya taman itu tak akan indah. Oleh karena itulah, kita yang dikaruniai keanekaragaman budaya, agama, etnis dan suku, bersatu dan bersama-sama dalam membangun bangsa ini. Sehingga kita mempunyai kebangaan, sebagai satu kesatuan dan bagian dari Bangsa Indonesia.

(sumber voanews.com)